Selasa, 08 Maret 2016

Mengapa Harus Repot Datang ke Seminar?

"Mengapa harus repot-repot datang ke seminar?
Hari libur kan enaknya tidur dan bersantai.
Lagian bisa google aja kan? 
Wong cuma untuk dapat informasi dasar kok."


Mengapa? Mengapa perlu meluangkan waktu untuk belajar langsung dari pakarnya?

Di dalam tulisan sebelumnya, kami merekomendasikan agar orangtua memiliki bekal pengetahuan dasar tentang macam-macam infeksi penyakit, agar dapat bertindak rasional.

Meski kita berada di era informasi, di mana berbagai informasi kesehatan mudah sekali diperoleh melalui internet, kita mungkin tak menyempatkan waktu untuk mencari informasi yang akurat. Banyaknya informasi mungkin malah membingungkan karena bisa saling bertentangan atau disertai mitos yang malah menyesatkan. Mengikuti mitos dan informasi yang tidak benar justru membahayakan anggota keluarga yang sakit.

Karena itulah, orangtua perlu meluangkan waktu dan kesempatan untuk benar-benar memperoleh informasi yang akurat dan terpercaya, serta berdiskusi dengan pakarnya mengenai berbagai gejala demam, infeksi dan tatalaksana penanganannya. Bekal informasi ini memampukan peserta seminar untuk melakukan observasi, yang nantinya akan menjadi bahan diskusi dengan dokter agar memperoleh diagnosis yang tepat.

Salah satu narasumber yang kami percayai adalah dr. Arifianto, Sp.A. Komitmen dan kepakaran Dokter Apin (demikian panggilan akrabnya) dalam menyampaikan informasi yang kredibel tentang rasionalitas kesehatan anak tidak diragukan lagi. Dokter Apin adalah penulis "Orangtua Cermat, Anak Sehat" dan "Pro Kontra Imunisasi", serta dokter yang aktif mempromosikan penggunaan obat yang rasional.

Dokter Apin akan menjadi narasumber dalam acara OMBAK bertema "Demam Pada Anak: Kapan Harus Curiga DBD dan Tifus?"  yang akan diselenggarakan pada

Hari Minggu, 03 April 2016
Pk. 08.00 - 14.00 WIB
di FUNCTION HALL, Sekolah Alam Cikeas


Ayo, luangkan waktu untuk seminar ini!

Luangkan Waktu untuk Seminar Penting Ini

Apakah demam itu? 
Apakah demam selalu berbahaya?
Apa saja gawat darurat demam?
Bagaimana tatalaksana penanganan demam?
Kapan harus berkonsultasi dengan dokter?

Apakah demam berdarah itu?
Bagaimana mengenali DD, DBD dan SSD?
Bagaimana mencegahnya?
Apa itu demam pelana kuda?
Bagaimana perbedaan gejala demam berdarah dan tifus (typoid)?
Bagaimana tatalaksana penanganan kedua infeksi secara rasional?
Kapan harus ke rumah sakit?
Apa saja pemeriksaan penunjang dan perawatannya? 

Temukan jawabannya di acara OMBAK (Obrolan Minggu Bahas Kesehatan Anak), yang berbentuk seminar dan diskusi, dengan detil teknis acara seperti diuraikan dalam flyer ini.


Senin, 07 Maret 2016

Bagaimana Merespon Demam pada Anak?

Respon orang tua terhadap demam pada anaknya selama ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pertama, orangtua yang panik, terburu-buru pergi ke dokter dan ngotot untuk merawat inap anaknya, bahkan ketika demam baru dimulai dan belum mencapai 3x24 jam. Padahal, infeksi yang dialami mungkin hanya dari virus biasa (Common Cold). Tak heran bila akhir-akhir ini, ruang inap Rumah Sakit menjadi penuh, dan pasien yang benar-benar terinfeksi virus DBD malah justru tidak memperoleh tempat inap. Pada proses ini, banyak kasus di mana pasien anak diberikan perawatan medis yang tidak perlu dan diberikan obat-obatan tak rasional yang malah justru membahayakan. Upaya ini termasuk over-treatment.

Golongan respon kedua terhadap demam adalah orangtua yang menganggap bahwa penyakit anak sudah hilang ketika demam sudah turun, padahal ini tidak berlaku pada pasien yang terinfeksi demam berdarah. Pada kasus demam berdarah, saat demam turun, pasien justru berada pada fase kritis dari perjalanan infeksi virus DBD. Bila pasien tidak mendapatkan perawatan yang semestinya pada fase ini, maka dampak terhadap pasien bisa fatal, dan proses ini disebut dengan under-treatment (terlambat ditangani secara tepat). 

Memang wajar untuk khawatir. Siapa orangtua yang tak panik bila anaknya demam? Namun perlu diingat bahwa kepanikan biasanya disebabkan oleh pengetahuan yang minim tentang gejala penyakit dan pemantauan klinis anak yang kurang. Lantas seperti apakah tindakan yang benar dan pas dalam menangani demam?

Respon yang tepat adalah dengan memantau klinis anak sebelum melakukan tindakan bijak dan rasional.  Pantauan klinis ini  hanya dapat dilakukan jika orangtua memiliki bekal pengetahuan dasar tentang macam-macam infeksi penyakit dan demam yang menyertainya.

Ayo kurangi panik, dengan memberikan kesempatan kita untuk belajar. Kita memang bukan tenaga kesehatan, tetapi kita adalah mitra mereka. Kitalah yang lebih dapat memantau dan menceritakan kembali perjalanan penyakit anak kita sendiri, jika dijalankan secara benar. Diagnosa oleh dokter hanya dapat ditegakkan bila kita menguraikan perjalanan penyakit tersebut secara runut dan benar. Dengan demikian respon terhadap penyakit dapat diberikan secara tepat, tidak terlambat (undertreat) atau tidak berlebihan (overtreat).


Mengenal Demam Berdarah: Mengapa Menakutkan?

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi virus dan menjadi salah satu infeksi virus yang paling ditakuti orang tua, khususnya saat pergantian antara musim penghujan dan musim kemarau. Air hujan  yang tergenang menjadi wadah hidup dan bertelurnya pembawa virus yaitu nyamuk Aedes Aegypti. 

Kota Bekasi dan Kota Depok termasuk wilayah di mana tingkat kasus demam berdarah cukup tinggi.  Kebanyakan pasien adalah balita, yang disebabkan oleh minimnya pengetahuan orangtua tentang demam dan penanganannya yang tepat. Selama bulan Januari 2016, tercatat 159 pasien yang terinfeksi DBD di Kota Bekasi, dan 6 pasien di antaranya meninggal. Sedangkan di Kota Depok, sebanyak 151 pasien DBD dirawat di RSUD Kota Depok dan dua diantaranya meninggal.

Menurut Milis Sehat, ada tiga manifestasi klinik infeksi virus dengue, yaitu: DD, DBD dan SSD. DD dicirikan dengan demam akut selama 2-7 hari disertai dengan gejala nyeri kepala, nyeri retro-orbita (mata), nyeri otot, manifestasi perdarahan dan leukopenia. Pada fase pemulihan (hari ketiga-kelima), saat suhu turun, klinis anak membaik.

Di sisi lain, DBD dicirikan dengan gejala DD disertai nyeri perut, perdarahan dan fase kritis, pada hari ketiga-kelima saat suhu turun, penyakit dapat berkembang menjadi syok. SSD merupakan manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok) di mana anak sangat gelisah dan terjadi penurunan kesadaran, nadi teraba lembut bahkan hingga tidak teraba. Pada kondisi ini, terlambat penanganan dapat menyebabkan kematian.

Pada semua kondisi demam, anak cenderung mengalami dehidrasi. Keterlambatan tindakan mengganti cairan menyebabkan kondisi klinis yang memburuk. Selain itu, fase demam pelana kuda pada kasus DBD dan SSD, sering membuat kelengahan karena ada anggapan atau kepercayaan yang salah bahwa pada suhu yang turun, akan ada kesembuhan atau penyakit telah selesai. Padahal, kenyataannya tidak demikian. 

Lantas bagaimana agar kita mampu membedakan ketiga manifestasi klinis? Bagaimana agar tidak terlambat mendeteksi infeksi dan bagaimana memantau klinis anak secara detil?

Mari cari tahu lebih detil dengan mengikuti seminar kesehatan anak yang akan diselenggarakan oleh Komunitas Cibubur Ceria, pada hari Minggu, tanggal 03 April 2016, di Function Hall Sekolah Alam Cikeas. Informasi lebih detil tentang acara dapat dibaca di blog ini.






Jumat, 04 Maret 2016

Kami Masih Ada

Sebagian peserta Pesat Cibubur 2013 mungkin bertanya-tanya apakah panitianya masih aktif atau bubar? Akankah ada tindaklanjut seminar ataukah aksi itu berhenti begitu saja?

Pesat Cibubur adalah sebuah seminar kesehatan anak asuhan Yayasan Orangtua Peduli (YOP) yang diselenggarakan pada tahun 2013. Saat itu, tema yang diusung adalah "Demam dan Antibiotik", yang membahas: Bagaimana Menangani Demam? Perlukah Antibiotik untuk Semua Penyakit?

Panitia Pesat Cibubur terdiri dari beberapa anggota 'milissehat' yang tinggal di sekitar wilayah Cibubur-Bekasi, yang ingin turut berpartisipasi dalam menyebarkan pengetahuan tentang penggunaan obat rasional (Rational Use of Medicine ~ RUM) dan memberdayakan keluarga untuk menjadi sehat secara rasional. Kamilah panitianya.

Kami memang sempat vakum, tetapi kami ada. Ya, kami bertujuh masih bersua secara rutin dan berdiskusi secara live chat via WhatsApp Group. Kami menamakan diri sebagai Komunitas Cibubur Ceria yang latar belakangnya dapat dibaca di sini. Kami tak tahan untuk saling berbagi tentang berbagai persoalan penyakit dan meminta rekomendasi penanganannya dari anggota lain. Silahturahmi semakin erat, justru dengan ragamnya persoalan pribadi, kedukaan dan kesukaan yang dibagikan di antara kami. Berbagai kesibukan karir, rumahtangga dan kegiatan sosial cukup menyita perhatian sehingga sulit rasanya untuk mengaktifkan lagi komitmen kami untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat tentang RUM.

Namun tahun ini, 2016, kami merapatkan barisan. Kami bertekad untuk bergiat lagi, membunuh rasa enggan dan menyediakan sejenak waktu untuk menyelenggarakan seminar kesehatan anak lagi. Apa yang paling mendorong kami?

Awal tahun ini, di musim penghujan, kami tertegun ketika di sekeliling kami, banyak teman/saudara/tetangga yang terinfeksi Demam Berdarah Dengue (DBD). Kami heran banyak pasien tidak memperoleh tempat untuk rawat inap karena Rumah Sakit dipenuhi pasien yang mengalami gejala demam, batuk, pilek ringan. Kami juga bingung, mengapa satu pasien bisa terdiagnosa dua infeksi yaitu DBD dan Typoid. Karena itu, seminar yang sebentar lagi kami laksanakan akan membahas isu tersebut.

Yuk, simak informasi selanjutnya!